Sabtu, 25 Juli 2015

Pemberontakan PKI Madiun

Sumber  dari berbagai  sumber  !
Tanpa bermaksud mengkomersialkan hasil orang lain ( cendekiawan )  materi ini hanya untuk mempermudah  siswa  mendapatkan materi terkait !




PEMBERONTAKAN PKI MADIUN 1948, AWALNYA

KONFLIK SESAMA GOLONGAN KIRI YANG ANTI IMPERIALIS ?
Sesudah pekan olah raga nasional (PON) 1948 di Solo, kota Solo mengalami peristiwa yang kemudian ternyata suatu permulaan keributan besar “Pemberontakan PKI”. Dipimpin Muso dikota Madiun. Di zaman Revolusi memang kota Solo terkenal sebagai kota “ruwet”, walaupun tampaknya keluar saban malam pertunjukan Sriwedari dimana masyarakat penuh bergembira ria.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrAYdDwAj5zynqVFeX7JRV6mDEEmU-vLZmEWpc4pp9gwTAeE24OrVcNNyTF0swsh6nebmgPsnzPXqneqnplfTJ956Q_PI-ZLHWYuqHkN-pZpVoFwpNgOooWvqdr8Ez36gD6k6fOcEh6KI/s400/madiun+1.jpg

Tapi dibelakang tabir poltik berjalan pertentangan pertentangan antara partai golongan “Murba” (antara lain anggotanya GRR dan barisan Banteng) dengan partai-partai dari golongan FDR (Front Demokrasi Rakyat terdiri dari PKI, partai buruh, Pesindo dan lain-lain). Keduanya menamakan diri sebagai partai kiri anti imperialis. Pertentangannya antara lain soal pro dan anti Linggarjati. Selain itu juga pertentangan antara pimpinannya. Pertentangan ini nampak, misalnya dengan adanya perang pamflet GRR dan Banteng yang berbunyi : “Awas waspada kawan, Hijroh tidak memusuhi rakyat kawan, Hijroh membasmi penghianat, penjual negara (Amir Setiadjid dan CS nya). Tertanda Barisan Banteng.

Pamflet lain berisi, Siapakah pentjulik2nya Dr Muwardi ?. (Hijroh adalah istilah untuk pasukan Siliwangi yang hijrah ke Jawa Tengah pada tahun 1948. FDR adalah kelanjutan kekuatan sayap kiri penguasa pemerintah 1946-1947 dibawah kabinet Sjahrir dan Amir. Mereka merupakan kekuatan politik yang menyelenggarakan perundingan Indonesia-Belanda antara lain dalam perundingan Linggarjati dan Renville. Dr Muwardi adalah pimpinan barisan Banteng yang diculik dan tidak diketahui rimbanya sampai sekarang). Maka terjadilah kegiatan culik menculik dan pembunuhan.

Konflik menjadi melebar ketika kesatuan tentara simpatisan masing-masing kelompok melakukan tembak menembak. Isu-isu yang muncul misalnya : Tentara hijrah Siliwangi kena provokasi ? FDR ?, GRR ?, Provokasi anasir-anasir kanan reaksioner. Baru ketika Madiun meletus (September 1948), pemerintah dapat melihat keadaan sebenarnya dengan jelas dan tegas. PKI Muso mengadakan pemberontakan yang kejam dan berbahaya. Para pemimpin mereka merupakan tokoh sayap kiri yang kemudian membentuk FDR, yaitu Wikana, Maruto Darusman, Alimin, Muso, Amir Sjarifudin, Abdul Madjid, Setiadjid.

Sebenarnya pemberontakan kaum PKI (pimpinan Muso dan Amir) dari Madiun bisa dipandang sebagai suatu konsekwensi yang meletus karena oposisi yang runcing antara Amir cs, sejak ia jatuh dari kabinet pemerintahan dan diganti oleh Hatta dengan bantuan Masyumi dan PNI. Oposisi Amir cs, makin hari makin tajam. Dimana-mana terjadi demonstrasi dan pemogokan. Agitasi poitik sangat mempertajam pertentangan politik dalam negeri. Ketika Muso datang dari luar negeri dan bergabung dengan Amir cs, maka politik PKI-FDR makin dipertajam, maka meletuslah peristiwa Madiun tersebut. Mr Amir Sjarifudin adalah seorang pemimpin rakyat yang “brilliant”.

Rupanya bersama dengan golongannya, tak dapat sabar menahan kekalah politiknya didalam pemerintahan. Ia jatuh dan menilik gelagatnya, ta’kan dapat segera tegak kembali dalam pimpinan pemerintahan dan pimpinan Revolusi. Ia berkeliling berpidato, dan partainya beragitasi. Tanah-tanah bengkok desa dibagikan. Sering rakyat dan tentara dihasut untuk melawan pemerintah Hatta. Pemerintah dituduhnya terus mengalah pada kaum kapitalis-reaksioner. Segala usaha dilakukan untuk menjatuhkan pemerintahan kabinet Hatta. Ketika pemberontakan meletus, pemerintah tidak tinggal diam.

Presiden Soekarno berpidato pada tanggal 19 September 1948 untuk menghantam dan menghancurkan pengacau-penbacau negara. Kekuasaan negara kemudian dipusatkan ditangan Presiden dan segala alat negara digerakkan untuk menindas pemberontakan itu. Pemberontakan Madiun disebutkan Bung Karno : “Suatu tragedi nasional pada saat pemerintah RI dan rakyat dengan segala penderitaan, sedang menghadapi lawan Belanda, maka ditusuklah dari belakang perjuangan nasional yang maha hebat ini. Tenaga nasional, tenaga rakyat terpecah, terancam dikacau balaukan.

Pemerintah daerah Madiun, tiba-tiba dijatuhkan dengan kekerasan dan pembunuhan2, Pemerintah “merah” didirikan dengan Gubernur Militernya bernama “pemuda Sumarsono” dan dari kota Madiun pemberontakan diperintahkan kemana-mana. Bendera merah dikibarkan sebagai bendera pemberontakannya. Oleh pemerintah pusat segera dilakukan tindakan-tindakan untuk memberantas pemberontakan dan kekacauan. Pasukan TNI digerakkan ke Madiun. Dilakukan penangkapan terhadap pengikut PKI-Muso. Ternyata banyak ditemui, rakyat yang tidak menyokong aksi PKI-Muso tersebut. Juga banyak ditemui pengikut FDR tidak menyetujui aksi melawan pemerintah yang secara kejam itu.

Namun perusakan dan pembunuhan itu telah terjadi serta tidak dapat dicegah. TNI yang datang ke Madiun, menyaksikan itu semua dengan sedih dan ngeri . Maka Presiden melalui corong radio RRI berseru : “Tidak sukar bagi rakyat, “Pilih Sukarno Hatta atau Muso dengan PKI nya”. Tentara yang bergerak ke Madiun, mendapat bantuan rakyat sepenuhnya Dan Pemerintah mendapat pernyataan setia dari mana-mana. Dari Jawa dan Sumatera. Ahirnya pada tanggal 30 September 1948, kota Madiun dapat direbut kembali oleh TNI. Para pemberontak banyak yang tertangkap.

Sejumlah pengacau langsung dapat diadili ditempat secara militer. Didaerah lain seperti didaerah Purwodadi, Pati, Bojonegoro, Kediri dan sebagainya, cabang-cabang pemberontak dapat ditindas. Berminggu-minggu pemimpin pemberontak serta pasukannya dikejar terus. Ahirnya mereka tertangkap juga. Muso sendiri terbunuh dalam tembak menembak ketika hendak ditangkap disebuah desa dekat Ponorogo. Setelah keadaan aman, pemerintah memperingati korban-korban yang telah jatuh karena pemberontakan Madiun. Dari TNI gugur sebanyak 159 orang anggauta-anggautanya selaku pembela negara. (diambil dari tulisan pada buku “LUKISAN REVOLUSI RAKYAT INDONESIA” 1945-1949. yang diterbitkan oleh Kementerian Penerangan Republik Indonesia pada bulan Desember 1949).
PERISTIWA Madiun (Madiun Affairs) adalah sebuah konflik kekerasan atau situasi chaos yang terjadi di Jawa Timur bulan September – Desember 1948. Peristiwa ini diawali dengan diproklamasikannya negara Soviet Republik Indonesia pada tanggal 18 September 1948 di Madiun oleh Muso, seorang tokoh Partai Komunis Indonesia dengan didukung pula oleh Menteri Pertahanan saat itu, Amir Sjarifuddin.
Pada saat itu hingga era Orde Lama peristiwa ini dinamakan Peristiwa Madiun (Madiun Affairs), dan tidak pernah disebut sebagai pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Baru di era Orde Baru peristiwa ini mulai dinamakan pemberontakan PKI.

Bersamaan dengan itu terjadi penculikan tokoh-tokoh masyarakat yang ada di Madiun, baik itu tokoh sipil maupun militer di pemerintahan ataupun tokoh-tokoh masyarakat dan agama.

Masih ada kontroversi mengenai peristiwa ini. Sejumlah pihak merasa tuduhan bahwa PKI yang mendalangi peristiwa ini sebetulnya adalah rekayasa pemerintah Orde Baru (dan sebagian pelaku Orde Lama).

Tawaran bantuan dari Belanda

Pada awal konflik Madiun, pemerintah Belanda berpura-pura menawarkan bantuan untuk menumpas pemberontakan tersebut, namun tawaran itu jelas ditolak oleh pemerintah Republik Indonesia. Pimpinan militer Indonesia bahkan memperhitungkan, Belanda akan segera memanfaatkan situasi tersebut untuk melakukan serangan total terhadap kekuatan bersenjata Republik Indonesia. Memang kelompok kiri termasuk Amir Syarifuddin Harahap, tengah membangun kekuatan untuk menghadapi Pemerintah RI, yang dituduh telah cenderung berpihak kepada AS.

Latar belakang

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, muncul berbagai organisasi yang membina kader-kader mereka, termasuk golongan kiri dan golongan sosialis. Selain tergabung dalam Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia), Partai Sosialis Indonesia (PSI) juga terdapat kelompok-kelompok kiri lain, antara lain Kelompok Diskusi Patuk, yang diprakarsai oleh Dayno, yang tinggal di Patuk, Yogyakarta. Yang ikut dalam kelompok diskusi ini tidak hanya dari kalangan sipil seperti D.N. Aidit, Syam Kamaruzzaman, dll., melainkan kemudian juga dari kalangan militer dan bahkan beberapa komandan brigade, antara lain Kolonel Joko Suyono, Letkol Sudiarto (Komandan Brigade III, Divisi III), Letkol Soeharto (Komandan Brigade X, Divisi III. Kemudian juga menjadi Komandan Wehrkreis III, dan menjadi Presiden RI), Letkol Dahlan, Kapten Suparjo, Kapten Abdul Latief dan Kapten Untung Samsuri.

Pada bulan Mei 1948 bersama Suripno, Wakil Indonesia di Praha, Musso, kembali dari Moskow, Rusia. Tanggal 11 Agustus, Musso tiba di Yogyakarta dan segera menempati kembali posisi di pimpinan Partai Komunis Indonesia. Banyak politisi sosialis dan komandan pasukan bergabung dengan Musso, antara lain Mr. Amir Sjarifuddin Harahap, dr. Setiajid, kelompok diskusi Patuk, dll.

Aksi saling menculik dan membunuh mulai terjadi, dan masing-masing pihak menyatakan, bahwa pihak lainlah yang memulai. Banyak perwira TNI, perwira polisi, pemimpin agama, pondok pesantren di Madiun dan sekitarnya yang diculik dan dibunuh.

Tanggal 10 September 1948, mobil Gubernur Jawa Timur RM Ario Soerjo (RM Suryo) dan mobil 2 perwira polisi dicegat massa pengikut PKI di Ngawi. Ketiga orang tersebut dibunuh dan mayatnya dibuang di dalam hutan. Demikian juga dr. Muwardi dari golongan kiri, diculik dan dibunuh. Tuduhan langsung dilontarkan, bahwa pihak lainlah yang melakukannya. Di antara yang menjadi korban juga adalah Kol. Marhadi yang namanya sekarang diabadikan dengan Monumen yang berdiri di tengah alun-alun Kota Madiun dan nama jalan utama di Kota Madiun.

Kelompok kiri menuduh sejumlah petinggi Pemerintah RI saat itu, termasuk Wakil Presiden/Perdana Menteri Mohammad Hatta telah dipengaruhi oleh Amerika Serikat untuk menghancurkan Partai Komunis Indonesia, sejalan dengan doktrin Harry S. Truman, Presiden AS yang mengeluarkan gagasan Domino Theory. Truman menyatakan, bahwa apabila ada satu negara jatuh ke bawah pengaruh komunis, maka negara-negara tetangganya akan juga akan jatuh ke tangan komunis, seperti layaknya dalam permainan kartu domino. Oleh karena itu, dia sangat gigih dalam memerangi komunis di seluruh dunia.

Kemudian pada 21 Juli 1948 telah diadakan pertemuan rahasia di hotel "Huisje Hansje" Sarangan, dekat Madiun yang dihadiri oleh Soekarno, Hatta, Sukiman, Menteri Dalam negeri, Mohamad Roem (anggota Masyumi) dan Kepala Polisi Sukanto, sedangkan di pihak Amerika hadir Gerald Hopkins (penasihat politik Presiden Truman), Merle Cochran (pengganti Graham yang mewakili Amerika dalam Komisi Jasa Baik PBB). Dalam pertemuan Sarangan, yang belakangan dikenal sebagai "Perundingan Sarangan", diberitakan bahwa Pemerintah Republik Indonesia menyetujui Red Drive Proposal (proposal pembasmian kelompok merah). Dengan bantuan Arturo Campbell, Sukanto berangkat ke Amerika guna menerima bantuan untuk kepolisian RI. Campbell yang menyandang gelar resmi Atase Konsuler pada Konsulat Jenderal Amerika di Jakarta, sesungguhnya adalah anggota Central Intelligence Agency - CIA

Diisukan, bahwa Sumarsoso tokoh Pesindo, pada 18 September 1948 melalui radio di Madiun telah mengumumkan terbentuknya Pemerintah Front Nasional bagi Karesidenan Madiun. Namun Soemarsono kemudian membantah tuduhan yang mengatakan bahwa pada dia mengumumkan terbentuknya Front Nasional Daerah (FND) dan telah terjadi pemberontakan PKI. Dia bahwa FND dibentuk sebagai perlawanan terhadap ancaman dari Pemerintah Pusat

Pada 19 September 1948, Presiden Soekarno dalam pidato yang disiarkan melalui radio menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia, untuk memilih: Musso-Amir Syarifuddin atau Soekarno-Hatta. Maka pecahlah konflik bersenjata, yang pada waktu itu disebut sebagai Madiun Affairs (Peristiwa Madiun), dan di zaman Orde Baru terutama di buku-buku pelajaran sejarah kemudian dinyatakan sebagai pemberontakan PKI Madiun.

Akhir konflik

Kekuatan pasukan pendukung Musso digempur dari dua arah: Dari barat oleh pasukan Divisi II di bawah pimpinan Kolonel Gatot Subroto, yang diangkat menjadi Gubernur Militer Wilayah II (Semarang-Surakarta) tanggal 15 September 1948, serta pasukan dari Divisi Siliwangi, sedangkan dari timur diserang oleh pasukan dari Divisi I, di bawah pimpinan Kolonel Sungkono, yang diangkat menjadi Gubernur Militer Jawa Timur, tanggal 19 September 1948, serta pasukan Mobiele Brigade Besar (MBB) Jawa Timur, di bawah pimpinan M. Yasin.

Panglima Besar Sudirman menyampaikan kepada pemerintah, bahwa TNI dapat menumpas pasukan-pasukan pendukung Musso dalam waktu 2 minggu. Memang benar, kekuatan inti pasukan-pasukan pendukung Musso dapat dihancurkan dalam waktu singkat.

Tanggal 30 September 1948, kota Madiun dapat dikuasai seluruhnya. Pasukan Republik yang datang dari arah timur dan pasukan yang datang dari arah barat, bertemu di Hotel Merdeka di Madiun. Namun pimpinan kelompok kiri beserta beberapa pasukan pendukung mereka, lolos dan melarikan diri ke beberapa arah, sehingga tidak dapat segera ditangkap.

Baru pada akhir bulan November 1948 seluruh pimpinan dan pasukan pendukung Musso tewas atau dapat ditangkap. Sebelas pimpinan kelompok kiri, termasuk Mr. Amir Syarifuddin Harahap, mantan Perdana Menteri RI, dieksekusi pada 20 Desember 1948, atas perintah Kol. Gatot Subroto.

Sumber
  • http://www.asal-usul.com/2009/03/peristiwa-dulu-pemberontakan-pki-madiun.html
  • Wiki Indonesia
  • McMahon, Robert J., Colonialism and Cold War: The United States and the Struggle for Indonesian Independence. London: Cornell University Press, 1981, dalam History of U.S. Diplomatic Relations in Indonesia
  • Rosihan Anwar, Agen CIA yang saya kenal. Peristiwa Madiun 1948, Kompas Online, Kamis, 18 September 1997
  • T.B. Simatupang, Laporan dari Banaran, Kisah pengalaman seorang prajurit selama perang kemerdekaan, Penerbit Sinar Harapan, Jakarta 1960, hlm. 82
  • Wawancara Radio Nederland dengan Ibrahim Isa
  • Kesaksian Sumarsono (1), (2).




Top of Form
PKI: Fakta sejarah pemberontakan PKI di madiun
Kedatangan Soekarno disambut rakyatKedatangan Soekarno disambut rakyat
Kedatangan MUSO
Tahun 1948 merupakan tahun perjuangan terberat bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaannya. Kesatuan dan persatuan yang sangat diperlukan menghadapi Belanda mendapatkan tikaman dari belakang. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun September 1948 dilancarkan ketika Indonesia sedang bersiap menghadapi agresi Belanda yang bermaksud menguasai daerah RI yang masih tersisa di Jawa dan Sumatera.

Persetujuan Renville 17 Januari 1948 memicu krisis politik. PM Amir Syarifudin dan kabinetnya dianggap tidak becus. Pada 23 Januari 1948, Presiden Soekarno membubarkan kabinet dan menunjuk Wakil Presiden Mohammad Hatta membentuk kabinet. Sayap kiri membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) dan Amir Syarifudin dipilih menjadi ketuanya. FDR yang beroposisi terhadap pemerintah Hatta antara lain menuntut politik berunding dihentikan sampai Belanda menarik diri secara keseluruhan dari Indonesia.

Di tahun 1948 itu, Angkatan Perang RI (dan pegawai negeri) melakukan Reorganisasi dan Rasionalisasi (ReRa). Kebijakan yang digariskan Kabinet Hatta adalah menyusun tentara yang lebih efisien dan berada di bawah satu komando, dan menjadikannya alat negara yang tangguh terhadap agitasi politik dari luar. Hatta ingin memotong garis politik kelompok FDR. ReRa Angkatan Perang berhasil memperkecil jumlah TNI, dari tujuh divisi menjadi empat, tapi daya tempurnya lebih baik.

Perang Gerilya Semesta
Dengan ReRa ini, TNI-Masyarakat yang dibangun Amir Syarifudin ketika ia masih menjabat Menteri Pertahanan dan Perdana Menteri, dibubarkan. TNI-Masyarakat ini merupakan tandingan bagi TNI yang semula hanya merupakan Biro Perjuangan di Kementerian Pertahanan. Biro ini dan TNI-Masyarakatnya didominasi perwira-perwira yang berhaluan komunis. Kesatuan-kesatuan yang dipengaruhinya dan sempat dilengkapi persenjataan terbaik ini diharapkan menjadi andalan kekuasaan politik sayap kiri itu. Setelah dibubarkan pada 29 Mei 1948, kesatuan ex TNI-Masyarakat dilebur ke dalam Divisi-Divisi TNI, pada Kesatuan Reserve Umum (KRU), sebagai kekuatan cadangan strategis RI.

Rekonstruksi juga diadakan dengan peran strategis TNI untuk menghadapi agresi militer Belanda. Strateginya diubah, tidak lagi menggunakan konsep perang yang lama. Konsep lama yang konvensional menjadikan pengalaman pahit bagi TNI yang dipukul telak oleh Belanda. Dengan konsep yang baru, serangan musuh tidak akan lagi dihadapi langsung secara mati-matian.

Perlawanan awal TNI dilakukan sebagai penghambat guna memberi peluang induk kekuatan TNI dan unsur-unsur pemerintah melakukan persiapan di daerah perlawanan-wehrkreise untuk melancarkan perang wilayah. Akan digelar perang gerilya semesta di seluruh pulau Jawa dan di wilayah yang luas di Sumatera untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. Divisi Siliwangi ditugaskan melancarkan infiltrasi jarak jauh kembali ke daerah juang asalnya, berperang gerilya bersama rakyat.

Muso Datang
Muso
Muso
Pada 11 Augustus 1948, Muso, tokoh komunis Indonesia pulang dari Moskow. Dalam pertemuan 13 Agustus 1948 dengan Presiden Soekarno, ketika kepadanya diminta untuk memperkuat perjuangan revolusi, Muso menjawab dengan singkat: Saya datang untuk menertibkan keadaan. Ternyata, yang dimaksudkannya untuk kepentingan FDR/PKI.
Kehadiran Muso mempunyai arti politis bagi gerakan komunis di Indonesia. Ia membawa “garis komunis internasional ortodoks“ ialah garis keras Zhadanov. Di tahun 1947, gerakan komunis internasional (Komintern) berubah haluan dan menempuh garis keras. Garis lunak Dimitrov yang dilakoni sejak 1935 yaitu bekerja sama dengan kapitalis untuk melawan fasisme sudah dikesampingkan.Komintern diubah namanya menjadi Kominform (komunis reformasi). Angin perubahan dari Moskow ini yang dibawa Muso ke Indonesia. Ia ingin merombak organisasi yang dinilainya kurang revolusioner dan radikal. Dalam konferensi PKI pada 26-27 Augustus 1948, ia mengungkapkan garis Kominform yang telah berubah seraya mengajukan rencana-rencana baru yang dituangkannya di thesisnya: ”Jalan Baru untuk Republik Indonesia”.

Reformasi sosial yang dianjurkan tidak jauh berbeda dengan apa yang telah dicanangkan FDR. Platform baru Muso adalah; ”harusnya perjuangan anti-imperialis Indonesia bersatu dengan Soviet Unie yang memelopori perjuangan melawan blok imperialis pimpinan Amerika Serikat”. Ia juga mendesak PKI, Partai Buruh terbesar, memegang pimpinan revolusi nasional.
Pada 31 Agustus 1948 PKI membuat perubahan drastis. FDR dibubarkan. Partai Buruh dan Partai Sosialis berfusi ke PKI. Disusun Polit Biro baru, Muso menjadi salah satu Sekjen. PKI yang semula beranggotakan 3.000 orang, menjadi 30 ribu orang. Organisasi massa (ormas) PKI kemudian merencanakan kongres koreksi dan merancang trace baru, jalur radikal dan keras.
Tanggal 13 September pecah peristiwa Solo, yakni tawuran antara pasukan Siliwangi (kesatuan reserve umum TNI) dengan pasukan TNI setempat dari Komando Pertempuran Panembahan Senopati yang telah diinfiltrasi FDR/PKI. Dalam rencana FDR/ PKI yang tertuang dalam dokumen “Menginjak Perjuangan Militer Baru”, kota Solo hendak dijadikan ”Wild West”, untuk menyesatkan perhatian atas rencana militer besar yang sebenarnya. Tetapi provokasi PKI ini dapat diatasi pasukan-pasukan yang setia kepada pemerintah

Belanda Memperkeruh suasana
Pada 18 September 1948 pagi, Soemarsono selaku Gubernur Militer (PKI) dan atas nama pemerintah Front Nasional setempat, memproklamasikan tidak terikat lagi kepada RI pimpinan Soekarno-Hatta, dan memaklumkan pemerintah Front Nasional. Kekuatan militer PKI untuk melakukan makar adalah kesatuan-kesatuan Brigade XXIX eks Pesindo, pimpinan Kolonel Dachlan. Mereka bersenjata lengkap dan berpengalaman tempur.

Dari Madiun PKI menabuh genderang perang menantang RI. Dari Yogyakarta, pada 19 September jam 22:00, Presiden Soekarno berpidato keras antara lain: “….. Kemarin pagi Muso mengadakan kup dan mendirikan suatu pemerintahan Soviet di bawah pimpinan Muso. Perampasan kekua-saan ini dipandang sebagai permulaan untuk merebut seluruh pemerintahan RI. Ternyata peristiwa Solo dan Madiun tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan satu rantai-tindakan untuk merobohkan pemerintah RI”

“…… Bantulah pemerintah, bantulah alat-alat pemerintah dengan sepenuh tenaga, untuk memberantas semua bentuk pemberontakan dan mengembalikan pemerintahan yang sah di daerah yang bersangkutan. Rebut kembali Madiun, Madiun harus segera di tangan kita kembali….”

Pada 20 September 1948 diadakan sidang Dewan Siasat Militer dipimpin PM/Menteri Pertahanan Hatta. Apabila tidak diadakan tindakan cepat menumpas PKI, Belanda akan melakukan intervensi. Angkatan Perang harus secepatnya merebut Madiun kembali. Kolonel A.H. Nasution sebagai kepala staf Operasi MBAP menyanggupi merebut kembali Madiun dalam waktu dua minggu.

Ancaman Belanda
Tantangan lain yang masih harus dihadapi RI pada September 1948 adalah ancaman agresi Militer Belanda. Perundingan diplomatik seusai Renville tidak berjalan lancar. Letjen Spoor, Panglima tentara Belanda yang meragukan penyelesaian sengketa Indonesia-Belanda melalui perundingan, sejak Februari telah merencanakan operasi militernya yang sewaktu-waktu dapat digerakkan untuk menuntaskan masalah secara militer once for all.
Rencana strategi yang dinilainya berhasil memenangkan agresi militer pertama (1947) disiapkan lagi, kali ini diberi sandi : “Operatie Kraai”.
Kekacauan di wilayah RI dan adanya pemberontakan PKI di Madiun dinilainya peluang strategis untuk melancarkan operasi militer besar: memadamkan pemberontakan komunis sekalian menamatkan riwayat RI.Bila di Yogyakarta diadakan sidang Dewan Siasat Militer dipimpin PM Hatta untuk menumpas pemberontakan PKI-Muso, maka pada tanggal yang sama di Jakarta diadakan perundingan para pemimpin politik dan militer Belanda, dipimpin wakil wali negara, Abdulkadir Widjojoatmodjo.Usul Jenderal Spoor untuk mempercepat agresi militer, disetujui. Diputuskan oleh sidang agar Abdulkadir minta izin kepada Pemerintah Pusat Belanda, agar diberi kuasa untuk segera bertindak, melancarkan operasi “Kraai”.
Ternyata Belanda urung melancarkan operasi militernya. Ini bukan karena Kabinet Belanda tidak merestui, tapi karena kalah cepat dengan operasi TNI. RRI Yogyakarta menyiarkan Brigade II Siliwangi dipimpin Letnan Kolonel Sadikin tanggal 30 September 1948 jam 04:00 petang membebaskan Madiun.Ini berarti kurang dari dua minggu dari rencana operasi yang bergerak 21 September 1948 itu. Tidak selang lama di Madiun bergabung pula Brigade S pimpinan Letkol Surahmat dari Komando Tempur Djawa Timur. Operasi militer selanjutnya membebaskan kabupaten-kabupaten yang dikuasai PKI, yaitu Ponorogo, Magetan, Pacitan.

Pasukan Siliwangi bergerak merebut Cepu dari PKIPasukan Siliwangi bergerak merebut Cepu dari PKI
Gerakan PKI Dipadamkan
Pada akhir bulan Nopember 1948, seluruh operasi penumpasan PKI termasuk daerah-daerah sebelah utara Surakarta yaitu Purwodadi, Cepu, Blora, Pati, Kudus, dan lain-lain, selesai. Gerakan PKI dipadamkan dalam tempo 65 hari.
TNI melaksanakan konsolidasi, mempersiapkan diri menghadapi agresi Belanda. Sejarah mencatat, TNI tidak punya cukup waktu untuk melakukan konsolidasi dan mempersiapkan diri menghadapi agresi militer Belanda.
Tanggal 19 Desember 1948, Belanda kembali melancarkan agresi militer. Kali ini serangan kilat ditujukan langsung ke Ibu Kota RI Yogyakarta. Dalam waktu singkat Belanda menduduki kota-kota penting yang masih tersisa di wilayah RI. Pimpinan-pimpinan politik RI ditawan, tetapi mereka tidak berhasil menangkap pimpinan TNI.
TNI tetap utuh dan tidak bisa dihancurkan, karena pasukan TNI segera menyebar di daerah-daerah pengunduran yang luas (sesuai rencana strategi pertahanan yang telah digariskan dalam perintah siasat Panglima Sudirman). Belanda memaksa TNI melakukan perlawanan gerilya, suatu cara peperangan yang sangat sesuai bagi TNI.
Bila Belanda melancarkan strategi perangnya untuk menghancurkan, dengan tujuan untuk meniadakan/memusnahkan RI, yang dalam istilah Carl von Clausewitch Niederwerfungs-strategie, maka ia dihadapi oleh TNI dengan perang gerilya/bersama rakyat, yang berjangka waktu panjang dan menjemukan, yang menurut teori Hans Delbruck sebagai Ermattungskrieg.Belanda diganggu terus menerus oleh pertempuran hit and run, dan diselingi perang diplomasi, yang menekan syaraf dan melelahkan.
Oleh ,Himawan Soetanto
Penulis adalah master ilmu sejarah UI. Pernah jadi Panglima Kostrad dan Pangdam III/Siliwangi. Tulisan di atas adalah cuplikan dari bukunya yang akan terbit, “Yogyakarta”


 
Top of Form
Bottom of Form
Fakta Pemimpin PKI Madiun 1948, Musso Ternyata Adalah Anak Kyai Terpandang
Fakta Pemimpin PKI Madiun 1948, Musso: Ternyata Adalah Anak Kyai Terpandang   


Bagi yang masih ingat pelajaran Sejarah semasa sekolah pasti masih ingat dengan “Pemberontakan PKI di Madiun Tahun 1948” yang dipimpin oleh Muso. Tokoh kelahiran Kediri tahun 1897 ini amat ditakuti karena bersama pengikutnya pernah membantai banyak orang di Madiun yang tidak mau mengikuti ideologinya. Nah, fakta yang menarik adalah ternyata Muso  adalah keturunan pendiri Pondok Pesantren Kapurejo, Pagu, Kediri. Ia adalah anak dari KH Hasan Muhyi yang menikah dengan Nyai Juru.
Sebagai anak seorang kiai dan berada di lingkungan pesantren sejak kecil, tentu saja Muso kecil rajin nyantri. Cerita ini disampaikan oleh KH Mohammad Hamdan Ibiq, pengasuh Ponpes Kapurejo, Pagu, Kediri. Menurut Gus Ibiq, sapaan Hamdan Ibiq, Muso selain masih keluarganya, juga pernah nyantri layaknya putra para kiai, penuturan ini berdasarkan cerita dari para leluhurnya.

“Tidak disebutkan jelas di mana dia nyantri, tapi berdasarkan keterangan kakek buyut saya, Musso merupakan anak yang cerdas kala dia nyantri," kata Gus Ibiq.

Hingga sekarang, pihak keluarga meyakini bahwa apa yang dilakukan Muso dengan gerakannya itu lebih pada pilihan politik, bukan ideologis. "Saya kira dia paham agama, apa yang dia lakukan semata untuk melawan Belanda,” tambah Gus Ibiq.
Pemimpin PKI ini ternyata santri dan anak Kyai
Adapun makam pendiri pesantren, KH Hasan Muhyo dan Nyai Juru  keduanya berada di kompleks Pondok Pesantren Kapurejo  yang berjarak 200 meter dari lokasi pesantren induk ke arah belakang. Makam KH Hasan Muhyi berjajar di antara makam keluarga lainnya, sedangkan makam Nyai Juru berada lebih atas dengan nisan batu layaknya nisan orang kuno. Ini adalah makan keluarga.

Posisi makam yang berbeda ternyata disebabkan Nyai Juru lebih dahulu meninggal dibandingkan KH Hasan Muhyi. Sebab berdasarkan silsilah keluarga KH Hasan Muhyi menikah sebanyak tiga kali.

Dari makam kedua orangtua Muso, dilakukan penelusuran menuju Desa Jagung yang berjarak kurang lebih 4 Km dari Ponpes Kapurejo dengan tujuan mencari rumah peninggalan orang tua Muso. Sebuah fakta mengejutkan, rumah di ujung desa tersebut  sudah lenyap dan terganti dengan rumah-rumah baru sejak 5 tahun lalu. Sebab digambarkan sebelumnya rumah orang tua Muso adalah rumah berbentuk rumah tradisional srotong atau doro gepak yang terbuat dari kayu jati.

Korban keganasan PKI Madiun 1948
Di depan rumah Muso, ada pohon durian yang sangat besar, dan selalu berbuah lebat di setiap musim durian. Selain salah  satu orang kaya dan terpandang, Nyai Juru selalu memberi perhatian kepada para tetangganya, salah satunya mengajak bermain ke rumahnya.

"Saya pernah main ke rumah itu saat saya masih kecil, namun saya tidak pernah bertemu Muso, sebab dia memang jarang pulang. Saya pun hanya mendapatkan cerita, Muso  sesekali pulang menjenguk ibunya (Nyai Juru) yang sedang sakit. Di saat Muso pulang itu biasanya ada penggerebekan, namun dia selalu lolos, penggerebekan itu lebih karena karena ketokohannya," kata Nur Hasan (85) salah seorang warga di Desa Jagung.

Gambaran perjalanan Muso akhirnya diteruskan kepada sumber lain yang masih hidup yakni Ustaz Nurudin (85) warga Dusun Santren Desa Jagung Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri. Menurutnya, KH Hasan Muhyi dulu juga sempat membuat pesantren di wilayah Dusun  Santren, Desa Jagung, Kecamatan Pagu.

"Pesantrennya hanya berbentuk langgar angkringan (mushola bambu)  tepatnya tahun berapa saya ndak paham, cuman bapak saya bilang tahun 1926 sudah ada. Saat membangun pesantren itu, KH Hasan Muhyi didampingi beberapa temanya sesama pelarian pasukan Diponegoro, yakni Ki Martojo, Ki Sanan Kemat, Mbah Awi, dan Mbah Mantari," kata Ustaz Nuruddin.

Dan pada tahun 1954, KH Hasan Muhyi memindah pesantrennya ke Kapurejo, Pagu, setelah sebelumnya mendapatkan wisik bahwa pesantren yang dibangunnya tersebut akan terkena lahar Gunung Kelud. Pemindahan akhirnya kejadian pada tahun 1964 atau tepat sepuluh tahun setelah mendapatkan petunjuk.

"Karena semua terlalap lahar dingin Gunung Kelud, akhirnya mushola itu dibangun permanen pada tahun yang sama dan pada perkembangannya sekitar tahun 1980 an mushola itu dibangun menjadi masjid hingga saat ini," kata Nurudin.
(Yahoo dan sumber-sumber lain)


Senin, 13 Juli 2015

 SEJARAH TERBENTUKNYA LBB
Terbentuknya Liga Bangsa-Bangsa Usaha-usaha untuk menciptakan perdamaian selalu muncul setelah berakhirnya sebuah konflik atau pun sebuah peperangan. Setiap manusia baru menyadari betapa dahsyatnya dampak dari perang setelah mengalami kengrian dari perang yang terjadi dan setiap mata menyaksikan betapa merugikannya perang yang telah terjadi. Beberapa upaya perdamaian telah dilakukan oleh tokoh-tokoh dunia, salah satunya adalah pemikiran Woodrow Wilson, Presiden Amerika Serikat dari 1913-1921. Sebelum Amerika Serikat terlibat dalam kancah Perang Dunia I, Woodrow Wilson telah mengajukan usul untuk mengakhiri perang dan menjamin adanya perdamaian. Usulan Woodrow Wilson ini dikenal dengan nama Peace Without Victory. Isi dari usulan tersebut antara lain:
  • Tidak diperbolehkan adanya perjanjian-perjanjian rahasia
  • Semua bangsa memiliki kedudukan yang sama
  • Melakukan pengurangan perlombaan senjata
Usulan Woodrow Wilson ini kemudian di deklarasikan dengan nama 14 Pasal Wilson (Wilson’s Fourteen Point) pada 8 Januari 1918 dan menjadi tujuan Amerika Serikat untuk sesegera mungkin menyelesaikan perang. Dari 14 pasal tersebut, isi terpentingnya adalah
  • Perjanjian rahasia tidak diperbolehkan
  • Pengurangan persenjatan
  • Bangsa-bangsa diberikan hak untk menentukan nasib sendiri
  • Pembentukan Liga Bangsa-Bangsa..
Dari empat belas pasal yang diusulkan yang dapat terlaksana hanya pembentukan Liga Bangsa-Bangsa yang didirikan pada 20 Januari 1919.. Sedangkan lainnya meskipun ada yang disetujui, namun tidak ada yang terlaksana. Liga Bangsa-Bangsa ini bertujuan antara lain
  • Menjamin perdamaian dunia
  • Melenyapkan perang
  • Diplomasi terbuka
  • Mentaati hukum dan perjanjian internasional
Dalam pelaksanaanya, Liga Bangsa-Bangsa ini memiliki badan-badan untuk menjalankan aktivitasnya. Diantara badan-badan tersebut antara lain
  1. Sidang Umum, merupakan sidang dari semua anggota setahun sekali di Jenewa. Tiap negara anggota memiliki tiga orang wakil dengan satu suara. Badan ini bertugas: a. merundingkan permasalahan yang muncul dan memberi nasihat yang tidak mengikat; b. Membuat rencana keuangan untuk biaya kegiatan Liga Bangsa-Bangsa; c. Memilih hakim untuk mahkamah internasional; d. Menerima anggota baru; e. Menetapkan dan atau mengubah perjanjian internasional
  2. Dewan Keamanan, memiliki 15 orang anggota yang terdiri dari wakil-wakil tetap dari negara besar (5 orang) dan wakil-wakil tidak tetap dari negara-negara kecil (10 orang) bergantian setiap 3 tahun. Adapun tugas dari dewan ini adalah: a. Menyelesaikan perselesihan-perselisihan internasional; b. Menjaga negara-negara anggota terhadap serangan negara lain; c. Pengurangan senjata; d. Melindungi dan membela Liga Bangsa-Bangsa
  3. Sekretaiat Tetap, sekretariat tetap berkedudukan di Jenewa Swiss. Badan ini bertugas: a. Melayani kebutuhan Liga Bangsa-Bangsa; b. Mencatat perjanjian-perjanjian internasional
  4. Organisasi-organisasi tambahan terdiri dari panitia-panitia mengenai urusan ekonomi, keuangan, teknik, kesehtan, mandat, ilmu pengetahuan dan perhubungan. Diantaranya adalah ILO (International Labour Organization) dan Mahkamah Internasional (Internasional Court of Justice)
Dalam segala hal, sifat Liga Bangsa-Bangsa adalah sukarela (keputusannya tidak mengikat anggotanya), kedaulatan suatu bangsa tidak boleh dilanggar atau dikurangi. Setiap anggota secara sukarela mentaati atau tidak mentaati semua keputusan Liga Bangsa-Bangsa. Sebagai contoh misalnya sangsi boikot terhadap suatu negara, setiap anggota dibebaskan untuk menjalankan secara sukarela apakah mendukung atau tidak, sehingga sangsi yang diberikan seperti tidak berguna. Disinilah salah satu kelemahan yang dimiliki oleh Liga Bangsa-Bangsa. Karena jika negara yang diberi sangsi itu negara yang kuat, maka negara-negara kecil umumnya tidak berani melaksanakan keputusan Liga Bangsa-Bangsa tersebut. Namun Liga Bangsa-Bangsa tetap menjalankan sifat seperti ini, sehingga Liga Bangsa-Bangsa gagal dalam menjalankan tugasnya mengawai perdamaian internasional.
Hasil-hasil perjanjian perdamaian Liga Bangsa-Bangsa antara lain
  1. Protokol Jenewa (1924)
  2. Perjanjian Locarno (1925)
  3. Perjanjian Kellog-Briand (Perjanjian Perdamaian Paris, 1928)
Hasil-hasil Liga Bangsa-Bangsa
  1. Soal kepulauan Aaland
  2. Soal Wilna
  3. Soal Mosul
  4. Soal Manchuria
  5. Soal Ethiopia
Akhir sebuah Liga Bangsa-Bangsa
Liga Bangsa-Bangsa dalam perjalanannya ternayat tidak mampu bertahan lama. Munculnya Perang Dunia II menjadi bukti kegagalan Liga Bangsa-Bangsa. Faktor yang menyebabkan hancurnya Liga Bangsa-Bangsa antara lain
  • Tidak adanya peraturan yang mengikat dan semuanya dilakukan secara sukarela
  • Tidak mempunyai alat kekuasaan yang nyata dalam menindak setiap negara yang melanggar
  • Terlalu lemah terhadap negara-negara besar
  • Adanya pergeseran tujuan dari masalah keamanan ke masalah politik.
Karena Liga Bangsa-Bangsa tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik, kemudian fungsinya digantikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nation Organisation) yang didirikan pada 24 Oktober 1945.[gs]
 
 

Minggu, 12 Juli 2015

Berita menghebohkan tentang telah ditemukannya makhluk yang lebih tua dari dinosaurus, ternyata bukan isapan jempol semata. Berbagai media telah memberitakan akan kebenarannya berdasarkan penemuan bukti-bukti nyata yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Dinaosaurus merupakan hewan purba yang telah hidup jutaan tahun lalu, dan hewan ini telah mengalami kepunahan. Lalu hewan apakah yang lebih tua dari hewan purba ini?
Para arkeolog dan ahli sejarah telah melakukan penelitian terhadap keberadaan hewan purba, salah satunya adalah dinosaurus. Dari penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bukti-bukti bahwa ada makhluk hidup tertua yang masih hidup hingga kini.(VIVA.co.id)