Senin, 17 Agustus 2015

PEMBRONTAKAN REPUBLIK MALUKU SELATAN

kumpulan dari beberapa sumber  !



PEMBRONTAKAN  REPUBLIK MALUKU SELATAN  (1)
Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) yang dipimpin oleh Mr. Dr. Christian Robert Steven Soumokil (mantan jaksa agung NIT) merupakan sebuah gerakan sparatisme yang bertujuan bukan hanya ingin memisahkan diri dari NIT melainkan untuk membentuk Negara sendiri terpisah dari RIS. Soumokil awalnya sudah terlibat dalam pemberontakan Andi Aziz akan tetapi dia dapat melarikan diri ke Maluku. Soumokil juga dapat memindahkan pasukan KNIL dan pasukan Baret Hijau dari Makasar ke Ambon. 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEijxYyCdStd6ivsQWsCewdAS9O-MbZVkZzccnZ5vbzSCI4mEa6OhLlzytZgKrkpYLO4YEAKG4AtXPVFHTv7WR9-v6suduNpBut8m7SD8t6a_XVB55EV_QccPlmrycfY0Asb6-tBCkkzUy04/s1600/Chris_Soumokil.jpg

Pemberontakan Westerling, Andi Aziz, Soumokil memiliki kesamaan yaitu ketidakpuasan mereka terhadap proses kembalinya RIS ke Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI). Pemberontakan yang ada menggunakan unsur KNIL yang merasa bahwa status mereka tidak pasti setelah KMB. 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEihoHeV8ysMK0wlYsuJpDV7rhK3khYr3A6b-Q-88sYFAEtb-8PRk8Oo6bf_rqvkJzoWw1gsZjPJhHA-JinByJXVD0da0rXTmiHvI0iSzP-fuR1V4ak7YT9dKUEnNIn07q_WMZvdmKRH0-6b/s320/RMS.jpg
Keberhasilan APRIS mengatasi keadaan membuat para pemuda semakin bersemangat untuk kembali ke NKRI. Akan tetapi terjadi banyak terror dan intimidasi kepada para pemuda terlebih setelah teror dibantu oleh anggota polisi yang telah dibantu KNIL bagian dari Korp Speciale Troepen yang dibentuk oleh Kapten Raymond Westerling di Batujajar dekat Bandung. Teror tersebut bahkan menyebabkan terjadinya pembunuhan. Benih sparatisme muncul dari para birokrat pemerintah daerah yang memprovokasi seperti dengan penggabungan wilayah Ambon ke NKRI mengandung bahaya sehingga seluruh rakyat Ambon diingatkan akan bahaya tersebut.
Pada 20 April 1950, diajukan mosi tidak percaya dalam parlemen NIT sehingga kabinet NIT meletakkan jabatannya dan akhirnya NIT dibubarkan dan bergabung ke dalam wilayah NKRI. Kegagalan pemberontakan Andi Aziz, menyebabkan berakhirlah pula Negara Indonesia Timur. Tetapi Soumokil tidak pantang menyerah untuk melepaskan Maluku Tengah dari wilayah NKRI. Bahkan dalam rapat di Ambon dengan pemuka KNIL dan Ir. Manusama, ia mengusulkan agar daerah Maluku Selatan dijadikan sebagai daerah merdeka. Jika perlu seluruh anggota Dewan Maluku Selatan dibunuh. Usul tersebut ditolak, karena anggota mengusulkan agar yang melakukan proklamasi kemerdekaan Maluku Selatan adalah Kepala Daerah Maluku Selatan, yaitu J. Manuhutu.
Sebelum diproklamasikannya “RMS” terlebih dahulu telah dilakukan propaganda pemisahan diri dari NKRI yang dilakukan oleh gubernur Sembilan Serangkai yang beranggotakan KNIL dan Partai Timur Besar. Sementara menjelang proklamasi RMS, Soumokil telah berhasil menghimpun kekuatan di lingkungan Maluku Tengah. Sementara itu, orang-orang yang menyatakan dukungannya terhadap NKRI diancam dan dipenjarakan. Akhirnya pada tanggal 25 April 1950 di Ambon diproklamasikan Republik Maluku Selatan (RMS) oleh Mr. Dr. Ch. R.S. Soumokil.
Pemerintah berusaha mengatasi masalah ini secara damai yaitu dengan mengirimkan misi damai yang dipimpin oleh tokoh asli Maluku, yaitu dr. Leimena. Namun misi ini ditolak oleh Soumokil. Misi damai yang dikirim selanjutnya terdiri dari para politikus, pendeta, dokter, wartawan pun tidak dapat bertemu dengan pengikut Soumokil.
Karena upaya damai mengalami jalan buntu maka pemerintah melakukan operasi militer untuk menumpas gerakan RMS yaitu Gerakan Operasi Militer (GOM)III yang dipimpin oleh Kolonel A.E. Kawilarang, Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur. Operasi berlangsung dari tanggal 14 Juli 1950, berhasil menguasai pos-pos penting di Pulau Buru, 19 Juli 1950 pasukan APRIS berhasil menguasai Pulau Seram. Pada tanggal 28 September 1950 Ambon bagian utara berhasil dikuasai. 3 November 1950 benteng Nieuw Victoria berhasil dikuasai. Dengan jatuhnya Ambon maka perlawanan RMS dapat dipatahkan dan sisa-sisa kekuatan RMS banyak yang melarikan diri ke Pulau Seram dan dalam beberapa tahun membuat serangkaian kekacauan.

PEMBRONTAKAN  REPUBLIK MALUKU SELATAN  (2)
Peristiwa Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS), Latar Belakang, Penyebab, Tujuan, Upaya Penumpasan, Dampak - Pada tanggal 25 April 1950, Republik Maluku Selatan (RMS) diproklamasikan oleh sekelompok orang mantan prajurit KNIL dan masyarakat Pro-Belanda yang di antaranya ialah Dr. Christian Robert Steven Soumokil, mantan jaksa agung Negara Indonesia Timur. Pemberontakan RMS ini merupakan suatu gerakan yang tidak hanya ingin memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur melainkan untuk membentuk Negara sendiri yang terpisah dari wilayah RIS. Pada awalnya, Soumokil, salah seorang mantan jaksa agung NIT ini, juga pernah terlibat dalam pemberontakan Andi Azis. Akan tetapi, setelah upayanya untuk melarikan diri, akhirnya dia berhasil meloloskan diri dan pergi ke Maluku. Selain itu, Soumokil juga dapat memindahkan anggota KNIL dan pasukan Baret Hijau dari Makasar ke Ambon.
Chris Soumokil
Chris Soumokil, Proklamator Republik Maluku Selatan (RMS) (geertboogaard.nl)

1. Penyebab / Latar Belakang Pemberontakan RMS
Pemberontakan Andi Azis, Westerling, dan Soumokil memiliki kesamaan tujuan yaitu, mereka tidak puas terhadap proses kembalinya RIS ke Negara Kesatuan Republik Indoneisa (NKRI). Pemberontakan yang mereka lakukan mengunakan unsur KNIL yang merasa bahwa status mereka tidak jelas dan tidak pasti setelah KMB. Keberhasilan anggota APRIS mengatasi keadaan yang membuat masyarakat semakin bersemangat untuk kembali ke pangkuan NKRI. Namun, dalam usaha untuk mempersatukan kembali masyarakat ke Negara Kesatuan Republik Indonesia terjadi beberapa hambatan yang diantaranya terror dan intimidasi yang di tujukan kepada masyarakat, terlebih setelah teror yang dibantu oleh anggota Polisi yang telah dibantu dengan pasukan KNIL bagian dari Korp Speciale Troepen yang dibentuk oleh seorang kapten bernama Raymond Westerling yang bertempat di Batujajar yang berada di daerah Bandung. Aksi teror yang dilakukannya tersebut bahkan sampai memakan korban jiwa karena dalam aksi terror tersebut terjadi pembunuhan dan penganiayaan. Benih Separatisme-pun akhirnya muncul. Para biokrat pemerintah daerah memprovokasi masayarakat Ambon bahwa penggabungan wilayah Ambon ke NKRI akan menimbulkan bahaya di kemudian hari sehingga seluruh masyarakat diingatkan untuk menghindari dan waspada dari ancaman bahaya tersebut.
 
Pada tanggal 20 April tahun 1950, diajukannya mosi tidak percaya terhadap parlemen NIT sehingga mendorong kabinet NIT untuk meletakan jabatannya dan akhirnya kabinet NIT dibubarkan dan bergabung ke dalam wilayah NKRI. Kegagalan pemberontakan yang di lakukan oleh Andi Abdoel Azis (Andi Azis) menyebabkan berakhirnya Negara Indonesia Timur. Akan tetapi Soumokil bersama para anggotanya tidak akan menyerah untuk melepaskan Maluku Tengah dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indoneisa. Bahkan dalam perundingan yang berlangsung di Ambon dengan pemuka KNIL beserta Ir. Manusaman, ia mengusulkan supaya daerah Maluku Selatan dijadikan sebagai daerah yang merdeka, dan bila perlu seluruh anggota dewan yang berada di daerah Maluku Selatan dibunuh. Namun, usul tersebut ditolak karena anggota dewan justru mengusulkan supaya yang melakukan proklamasi kemerdekaan di Maluku Selatan tersebut adalah Kepala Daerah Maluku Selatan, yaitu J. Manuhutu. Akhirnya, J. Manuhutu terpaksa hadir pada rapat kedua di bawah ancaman senjata.

2. Tujuan Pemberontakan RMS di Maluku
 
Pemberontakan RMS yang didalangi oleh mantan jaksa agung NIT, Soumokil bertujuan untuk melepaskan wilayah Maluku dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebelum diproklamasikannya Republik Maluku Selatan (RMS), Gubernur Sembilan Serangkai yang beranggotakan pasukan KNIL dan partai Timur Besar terlebih dahulu melakukan propaganda terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memisahkan wilayah Maluku dari Negara Kesatuan RI. Di sisi lain, dalam menjelang proklamasi RMS, Soumokil telah berhasil mengumpulkan kekuatan dari masyarakat yang berada di daerah Maluku Tengah. Sementara itu, sekelompok orang yang menyatakan dukungannya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia diancam dan dimasukkan ke penjara karena dukungannya terhadap NKRI dipandang buruk oleh Soumokil. Dan pada tanggal 25 April 1950, para anggota RMS memproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS), dengan J.H Manuhutu sebagai Presiden dan Albert Wairisal sebagai Perdana Menteri. Para menterinya terdiri atas Mr.Dr.C.R.S Soumokil, D.j. Gasperz, J. Toule, S.J.H Norimarna, J.B Pattiradjawane, P.W Lokollo, H.F Pieter, A. Nanlohy, Dr.Th. Pattiradjawane, Ir.J.A. Manusama, dan Z. Pesuwarissa.
 
Pada tanggal 27 April 1950 Dr.J.P. Nikijuluw ditunjuk sebagai Wakil Presiden RMS untuk daerah luar negeri dan berkedudukan di Den Haang, Belanda, dan pada 3 Mei 1950, Soumokil menggantikan Munuhutu sebagai Presiden Rakyat Maluku Selatan. Pada tanggal 9 Mei, dibentuk sebuah Angkatan Perang RMS (APRMS) dan Sersan Mayor KNIL, D.J Samson diangkat sebagai panglima tertinggi di angkatan perang tersebut. Untuk kepala staf-nya, Soumokil mengangkat sersan mayor Pattiwale, dan anggota staf lainnya terdiri dari Sersan Mayor Kastanja, Sersan Mayor Aipassa, dan Sersan Mayor Pieter. Untuk sistem kepangkatannya mengikuti system dari KNIL.
 
3. Upaya Penumpasan Pemberontakan RMS di Maluku 

Dalam upaya penumpasan, pemerintah berusaha untuk mengatasi masalah ini dengan cara berdamai. Cara yang dilakukan oleh pemerintah yaitu, dengan mengirim misi perdamaian yang dipimpin oleh seorang tokoh asli Maluku, yakni Dr. Leimena. Namun, misi yang diajukan tersebut ditolak oleh Soumokil. Selanjutnya misi perdamaian yang dikirim oleh pemerintah terdiri atas para pendeta, politikus, dokter, wartawan pun tidak dapat bertemu langsung dengan pengikut Soumokil.
 
Karena upaya perdamaian yang diajukan oleh pemerintah tidak berhasil, akhirnya pemerintah melakukan operasi militer untuk membersihkan gerakan RMS dengan mengerahkan pasukan Gerakan Operasi Militer (GOM) III yang dipimpin oleh seorang kolonel bernama A.E Kawilarang, yang menjabat sebagai Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur. Setelah pemerintah membentuk sebuah operasi militer, penumpasan pemberontakan RMS pun akhirnya dilakukan pada tanggal 14 Juli 1950, dan pada tanggal 15 Juli 1950, pemerintahan RMS mengumumkan bahwa Negara Republik Maluku Selatan sedang dalam bahaya. Pada tanggal 28 September, pasukan militer yang diutus untuk menumpas pemberontakan menyerbu ke daerah Ambon, dan pada tanggal 3 November 1950, seluruh wilayah Ambon dapat dikuasai termasuk benteng Nieuw Victoria yang akhirnya juga berhasil dikuasai oleh pasukan militer tersebut.
 
Dengan jatuhnya pasukan RMS yang berada di daerah Ambon, maka hal ini membuat perlawanan yang dilakukan oleh pasukan RMS dapat ditaklukan. Pada tanggal 4 sampai 5 Desember, melalui selat Haruku dan Saparua, pusat pemerintahan RMS beserta Angkatan Perang RMS berpindah ke Pulau Seram. Pada tahun 1952, J.H Munhutu yang tadinya menjabat sebagai presiden RMS tertangkap di pulau Seram, Sementara itu sebagian pimpinan RMS lainnya melarikan diri ke Negara Belanda. Setelah itu, RMS kemudian mendirikan sebuah organisasi di Belanda dengan pemerintahan di pengasingan (Government In Exile).
 
Beberapa tokoh dari pimpinan sipil dan militer RMS yang tertangkap akhirnya dimajukan ke meja hijau. Pada tanggal 8 Juni 1955, hakim menjatuhi sanksi hukuman tehadap :
  1. J.H Munhutu, Presiden RMS di Hukum selama 4 Tahun
  2. Albert Wairisal, menjabat sebagai Perdana Menteri Dalam Negeri di jatuhi hukuman 5 Tahun
  3. D.J Gasper,  menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri di jatuhi hukuman 4 ½ Tahun
  4. J.B Pattirajawane, menjabat sebagai Menteri Keuangan di jatuhi hukuman selama 4 ½ Tahun
  5. G.G.H Apituley, menjabat sebagai Menteri Keuangan di jatuhi hukuman selama 5 ½ Tahun
  6. Ibrahim Oharilla, menjabat sebagai Menteri Pangan di jatuhi hukuman selama 4 ½ Tahun
  7. J.S.H Norimarna, menjabat sebagai Menteri Kemakmuran di jatuhi hukuman selama 5 ½ Tahun
  8. D.Z Pessuwariza, menjabat sebagai Menteri Penerangan di jatuhi hukuman selama 5 ½ Tahun
  9. Dr. T.A Pattirajawane, menjabat sebagai Menteri Kesehatan di jatuhi hukuman selama 3 Tahun
  10. F.H Pieters, menjabat sebagai Menteri Perhubungan di jatuhi hukuman selama 4 Tahun
  11. T. Nussy, menjabat sebagai Kepala Staf Tentara RMS di jatuhi hukuman selama 7 tahun
  12. D.J Samson, menjabat sebagai Panglima Tertinggi Tentara RMS di jatuhi hukuman selama 10 Tahun
Sementara itu, Dr. Soumokil, pada masa itu ia masih bertahan di hutan-hutan yang berada di pulau Seram sampai akhirnya ditangkap pada tanggal 2 Desember 1963. Pada Tahun 1964, Soumokil dimajukan ke meja hijau. Selama persidangan Soumokil berlangsung, meskipun ia bisa berbahasa Indonesia, namun pada saat itu ia selalu memakai Bahasa Belanda, sehingga pada saat persidangan di mulai, hakim mengutus seorang penerjemah untuk membantu persidangan Soumokil. Akhirnya pada tanggal 24 April 1964, Soumokil akhirnya dijatuhi hukuman mati. Eksekusi pun dilaksanakan pada tanggal 12 April 1966 dan berlangsung di Pulau Obi yang berada di wilayah kepulauan Seribu di sebelah Utara Kota Jakarta.

Sepeninggal Soumokil, sejak saat itu RMS berdiri di pengasingan di Negeri Belanda. Pengganti Soumokil adalah Johan Manusama. Ia menjadi presiden RMS pada tahun 1966-1992, selanjutnya digantikan oleh Frans Tutuhatunewa sampai tahun 2010 dan kemudian digantikan oleh John Wattilete.

4. Dampak dari Pemberontakan RMS di Maluku
 
Pada Tahun 1978 anggota RMS menyandera kurang lebih 70 warga sipil yang berada di gedung pemerintahan Belanda di Assen-Wesseran. Teror tersebut juga dilakukan oleh beberapa kelompok yang berada di bawah pimpinan RMS, seperti kelompok Bunuh Diri di Maluku Selatan. Dan pada tahun 1975 kelompok ini pernah merampas kereta api dan menyandera 38 penumpang kereta api tersebut.
 
Pada tahun 2002, pada saat peringatan proklamasi RMS yang ke-15 dilakukan, diadakan acara pengibaran bendera RMS di Maluku. Akibat dari kejadian ini, 23 orang ditangkap oleh aparat kepolisian. Setelah penangkapan aktivis tersebut dilakukan, mereka tidak menerima penangkapan tersebut karena dianggap tidak sesuai dengan hukum yang berlaku. Selanjutnya mereka memperadilkan Gubernur Maluku beserta Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku  karena melakukan penangkapan dan penahanan terhadap 15 orang yang diduga sebagai propokator dan pelaksana pengibaran bendera RMS tersebut. Aksi pengibaran bendera tersebut terus dilakukan, dan pada tahun 2004, ratusan pendukung RMS mengibarkan bendera RMS di Kudamati. Akibat dari pengibaran bendera ini, sejumlah aktivis yang berada di bawah naungan RMS ditangkap dan akibat dari penangkapan tersebut, terjadilah sebuah konflik antara sejumlah aktivis RMS dengan Kelompok Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
 
Tidak cukup dengan aksi tersebut, Anggota RMS kembali menunjukkan keberadaannya kepada masyarakat Indonesia. Kali ini mereka tidak segan-segan untuk meminta pengadilan negeri Den Haang untuk menuntut Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) dan menangkapnya atas kasus Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan terhadap 93 aktivis RMS. Peristiwa paling parah terjadi pada tahun 2007, dimana pada saat itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sedang menghadiri hari Keluarga Nasional yang berlangsung di Ambon, Maluku. Ironisnya, pada saat penari Cakalele masuk ke dalam lapangan, mereka tidak tanggung-tanggung untuk mengibarkan bendera RMS di hadapan presiden SBY.

A.    Latar Belakang
Bermula ketika Urbanus Pupella, pimpinan PIM mengeluarkan pernyataan tidak ingin masuk dalam federasi, tetapi mau bergabung dengan Republik Indonesia. Adanya hal teresebut Mr. Christiaan Soumokil, Jaksa Agung RIS yang anti-RI melakukan provokasi kepada pasukan-pasukan khusus baret merah dan hijau asal Ambon iniKegiatan provokasi yang dilakukan oleh Soumokil karena dibiarkan oleh Kolonel Schotborgh, Komandan tentara Belanda di Makassar. Schotborgh juga menjadi penyebab terjadinya kerusuhan di Makassar karena membiarkan Soumokil menghasut Kapten Andi Azis melakukan aksi pemberontakan di Makassar.Ambon menjadi tegang dengan kembalinya pasukan-pasukan khusus asal Ambon yang sebagaian besar terkena disersi, giat melakukan konfrontasi dengan barisan PIM dari Pupella yang saling berlawanan. Konflik di Ambon pun tidak terhindar pada 19 Februari 1950 terjadi perkelahian antara anggota-anggota PIM yang pro-Republik dengan anti-Republik yang di dukung oleh pasukan-pasukan khusus ini. Pada 12 Maret 1950, anggota PIM, di datangi 10 orang anggota polisi yang langsung mengeroyok dan menyiksanya. Begitu pula pada 17 Maret, anggota PIM didatangi anggota-anggota polisi yang menyiksanya hingga pingsan. di desa Wakasihu, pimpinan PIM setempat, Ohorella, dan ibunya juga harus mengalami siksaan tidak manusiawi.
Selain itu, latar belakang penyebab munculnya RMS adalah ketidakpuasan tokoh pendiri RMS dalam hal ini adalah Mr. Dr. Ch. R. Soumokil, dengan proses kembali ke negara kesatuan setelah KMB. Gerakan ini menggunakan unsur KNIL yang merasa tidak pasti terhadap kejelasan status mereka setelah KMB. Karena ditentukan bahwa dalam waktu enam bulan setelah pengakuan kedaulatan itu, tentara Belanda harus ditarik dari Indonesia dan KNIL dibubarkan atau disalurkan ke TNI.
B.     Tujuan
·         Melepaskan diri dari RIS (Republik Indonesia Serikat)
·         Mendirikan negara sendiri dengan nama RMS (Republik Maluku Selatan)
C.     Pembentukan
Tanggal 24 April 1950, mantan jaksa Agung Negara Indonesia Timur (NIT), Dr C.R.S. Soumokil bersama rekan-rekannya memproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS), terpisah dari Republik Indonesia dan menetapkan Kota Ambon sebagai pusat pemerintah mereka.
D.    Pimpinan
Pemimpin pertama RMS dalam pengasingan di Belanda adalah Prof. Johan Manusama dan kini Frans Tutuhatunewa. Dr. Soumokil mengasingkan diri ke Pulau Seram. Ia di tangkap di Seram pada 2 desember 1962, dia dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan milter, dan di laksanakan di kepulauan Seribu, Jakarta pada 12 april 1966.
E.     Dukungan
Pasukan KNIL (Koninklijke Nederlands Indische Leger), terutama bekas pasukan khusus KST (KorpsSpeciale Troepen) yang secara tegas menyatakan menolak untuk bergabung dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) sekaligus menolak perintah untuk melalukan demobilisasi
F.      Alasan Pembenaran Proklamasi RMS
·         Masalah hubungan daerah dengan RIS, yaitu bahwa “RIS sudah bertindak bertentangan dengan keputusan-keputusan KMB dan Undang-Undang Dasarnya sendiri”.
·         Hubungan daerah itu dengan Negara Indonesia Timur, yaitu bahwa “NIT sudah tidak sanggup mempertahankan kedudukannya sebagai negara bagian selaras dengan peraturan-peraturan Moektamar Denpasar (pertemuan tentang terbentuknya NIT) yang masih sah berlaku”.
·         Menurut mereka, Dewan Maluku Selatan membenarkan tindakan separatis itu.
G.    Struktur Gerakan
1.      Pemerintahan RMS di Belanda
Pemerintah darurat RMS terdiri atas kepala negara dan menteri-menteri. J.Wattilete sebagai Presiden Republik Maluku Selatan (RMS). Kepala negara mengetuai dewan kementerian. Pada saat ini menteri-menteri yang telah diangkat: Trientje Magdalena Solisa sebagai menteri Penerangan dan Pembentukan, Drs. Willem Victor Sopacua sebagai wakil kepala negara & menteri Maluku, dan Nationbuilding Ir. Edy Rahantoknam sebagai menteri Perkembangan dan Kerjasama
2.      Pemerintah RMS di Maluku
Dr. Alex Manuputty sebagai Pemimpin dan Koordinator, Simon Saiya sebagai penyelenggara eksekutif pimpinan pemerintahan RMS di Maluku, Frans Sanmiasa sebagai Menteri Dalam Negeri merangkap wakil penyelenggara pemerintahan, Markus Anakotta sebagai sekretaris, dan dilengkapi dengan tiga orang pengendali lapangan, serta lima orang pelaksana lapangan
H.    Usaha Pemerintah
Pemerintah Indonesia pada waktu itu (1950) menghadapi pemberontakan RMS dengan tiga opsi:
·         Opsi pertama, penyelesaian secara damai dengan pembicaraan-pembicaraan.
Dimulai pada 27 April 1950 dengan mengirim Dr J. Leimena (menteri kesehatan waktu itu), Ir Putuhena, Pellaupessy dan Dr Rehatta. Rombongan berangkat ke Ambon dengan korvet Hang Tuah. Merapat pada 1 Mei 1950, sebuah higginboot mendatangi Hang Tuah dengan Syahbandar Ambon sebagai pengantar surat yang berisi penolakan. Rombongan akan memberi surat balasan, tetapi higginboot itu telah diperintahkan untuk segera kembali, tak boleh menunggu. Leimena menyatakan, “Kami sesalkan bahwa mereka tidak mau menerima dan
berbicara dengan kami yang datang melulu untuk merundingkan hingga soal Maluku dapat diselesaikan dengan baik untuk kepentingan dan keselamatan seluruh nusa dan bangsa. Saya persoonlijk merasa ini sangat menyedihkan” (Jusuf A Puar, 1956).
·         Opsi kedua bila opsi pertama tidak berhasil, dilakukan blokade laut untuk memaksa mereka  bersedia berunding.
Dengan cara membolkade laut, dilakukan pada 18 Mei sampai 14 Juli 1950. Semua perairan Maluku diawasi dan kapal-kapal pemberontak dihancurkan. Pada 14 Juli diadakan pendaratan di Pulau Buru dan kemudian di pula-pulau lainseperti Seram, Tanimbar, Kei, dan Aru. Opsi kedua ini pun tidak bisa memaksa Soumokil bersedia berunding.
·         Bila opsi pertama dan kedua tidak berhasil, akan dilakukan opsi ketiga yaitu operasi militer, seperti pendaratan dan lain-lain.
Operasi militer, dilakukan di bawah kepemimpinan Kolonel Kawilarang, panglima Indonesia Timur saat itu. Operasi militer menumpas pemberontakan RMS yang terkenal dengan Gerakan Operasi Militer IV atau GOM IV. Komandan pasukan (brigade) adalah Letkol Slamet Riyadi. Rencananya: pasukan pertama didaratkan di Hitu, kemudian pasukan kedua di Tulehu, lalu pasukan ketiga di Ambon (RZ Leirissa, 1978). Mengingat persenjataan, sistem transportasi dan sarana komunikasi yang belum secanggih sekarang ini, operasi berlangsung lama. Operasi itu baru bisa mulai dilakukan September, dan baru Oktober APRI menguasai jazirah Hitu. Akhirnya pada 4 November 1950 benteng Nieuw Victoria dapat direbut APRI. Sisa-sisa angkatan perang RMS lari ke gunung dan banyak yang melarikan diri ke pulau-pulau sekitar pulau Ambon. Pimpinan angkatan perang RMS tertangkap
atau menyerah pada 1952. Soumokil sendiri baru tertangkap pada 1962.
I.       Reaksi terhadap Usaha Pemerintah
Karena adanya penangkapan yang dilakukan oleh pemerintah RI,maka para pemimpin teras RMS tersebut berinisiatif untuk menghindar sementara ke Belanda. Kepindahan pimpinan RMS ini mendapatkan bantuan sepenuhnya dari pemerintah Belanda pada saat itu, dengan adanya kesediaan bantuan dari Pemerintah Belanda untuk mengangkut sebagian besar rakyat Maluku dengan biaya sepenuhnya dari Pemerintah Belanda, maka sebagian besar rakyat di Maluku baik yang beragama Kristen maupun yang beragama Islam dan yang beragama lain memilih dengan kehendaknya sendiri untuk pindah ke Belanda. Pada waktu itu ada lebih dari 15.000 rakyat Maluku yang memilih pindah ke Belanda.
Pindahnya sebagian rakyat Maluku ini, oleh Soekarno-Hatta, diisukan sebagai ’PENGUNGSIAN PARA PENDUKUNG RMS’, lalu dengan dalih pemberontakan, pemerintah RI menangkapi para menteri RMS dan para aktifisnya. Lalu mereka dipenjarakan dan diadili oleh pengadilan menteri RI, dengan hukuman berat dan bahkan dieksekusi mati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar